IMMBOBILISASI KOVALEN GLUKOAMILASE DARI SELULOSA DIALDEHID AMPAS TEBU
Ringkasan
Serat selulosa dari ampas tebu dioksidasi oleh natrium periodat dalam media asam sulfat pada posisi 2 dan 3 unit anhidroglukosa untuk menghasilkan selulosa dialdehid. Kelompok aldehid dari selulosa dialdehid mampu untuk bereaksi dengan golongan amino dari glukoamilase untuk membentuk ikatan kovalen dan hasil dalam selulosa dialdehid enzim immobilisasi. pH optimum dari immbolisasi enzim ini dan enzim bebas berturut-turut dalam rentang 3,0 – 5,0 dan 3,5 – 5,0. Suhu optimum untuk keduanya, yaitu enzim dan enzim immobilisasi adalah 60-65oC. Aktivitas relatif yang tersisa dari immobilisasi enzim adalah 36% dan kestabilannya sangat baik, sejak dapat digunakan kembali untuk lebih dari 30 kali pengulangan. Aktifitasnya berkurang dari pertama sampai pemakaian kembali yang ketujuh, sesuai dengan pemisahan lambat dari enzim berikatan non-kovalen. Bagaimanapun, aktivitasnya cenderung stabil pada pengulangan ketujuh, menandakan sangat stabilnya ikatan kovalen antar enzim dengan selulosa dialdehid.
Kata kunci : Selulosa, ikatan kovalen, dialdehid, glukoamilase, immobilisasi
Pendahuluan
Enzim immobilisasi telah digunakan dalam teknologi makanan, bioteknologi, biomedicine, dan juga kimia analitik. Mereka menyediakan banyak keuntungan selain enzim bebas termasuk pemisahan yang mudah dari reaktan dan produk dari media reaksi, mudahnya mendapatkan enzim kembali, dan pengulangan atau penggunaan kembali secara berkelanjutan. Enzim dapat diimmobilisasi menjadi jumlah yang besar dari pembawa yang berbeda dengan memerangkapnya, adsorbsi, ikatan ion dan ikatan kovalen. Ikatan kovalen sangat efektif dalam menahan enzim dan dapat mencapai aktivitas tinggi setelah immobilisasi, jika bisa asam amino yang berikatan kovalen untuk material pendukung yang tidak dilibatkan dalam tempat aktif atau tempat ikatan substrat.
Immobilisasi enzim dengan ikatan kovalen yang tersedia, memiliki keuntungan sebagai berikut: (1) enzim tidak bocor atau lepas dari pendukung selama digunakan karena ikatan yang kuat, (2) enzim immobilisasi dapat lebih mudah membuat kontak dengan substrat karena ditempatkan pada permukaan pendukung, dan (3) peningkaan dalam stabilitas panas yang sering diamati karena interaksi yang kuat antara enzim dengan material-material pendukung.
Materi selulosa secara luas digunakan sebagai pembawa untuk enzim immobilisasi. Keuntungannya adalah mudah didapat, murah, bersifat hidrofilik dan jumlah yang besar dari kelompok hidroksil pada permukaan reaksi kimia. Bagaimanapun, kerugiannya adalah sebagai pembawa ketahanan terhadap mekanik rendah dan fasilitas untuk biodegradasi. Enzim dapat diimmobilisasi dalam selulosa dan turunannya dengan cara yang bermacam-macam, termasuk adsorbsi dalam pertukaran ion selulosa, pengikatan melalui formasi cincin chelat dalam permukaan selulosa diaktivasi oleh garam dari logam transisi dan ikatan kovalen. Contoh berikatan kovalen termasuk berikatan dengan selulosa diaktivasi oleh cyanogen bromida. Mengikat dengan arti bahwa glutaraldehid dengan selulosa aminoetil, mengikat dengan penggunaan triazine, dan berikatan dengan metode azide terhadapselulosa carboxymethyl. Tujuan adari percobaan ini untuk menguji kemungkinan immobilisasi dri glukoamilase dalam ampas tebu setelah pengaktivan ampas tebu dengan asam periodat.
Bahan dan Metoda
Bahan baku
Glukoamilase (AMG 300 L) dari Nove Industries, Denmark. Amapas tebu digunakan sebagai pembawa dan tepung tapioka diperoleh dari pasar lokal. Natrium Metaperiodat, NaOH, Asam Sulfat, dan asam dinitrosiklik, diperoleh dari Merck, Co.Ltd, Jerman. Ampas tebu diperoleh dari penjual jus tebu di Bangkok.
Immobilisasi glukoamilase diselidiki dari langkah-langkah berikut.
Pemurnian ampas tebu dengan analisis proximat.
Amapas tebu dimurnikan tiga kali dengan perebusan dengan asam sulfat 1,25% dan NaOH 1,25% dan diikuti dengan pencucian dengan air distilasi sekali satu jam. Kemudian dikeringkan dan dipotong-potong kecil. Protein, lemak, abu dan uap dianalisa dengan metoda AOAC. Selulosa dianalisa dengan metoda yang diuraikan dalam Food Chemical Codex (1981)
Persiapan oksidasi sampah tebu
5 gram ampas tebu yang dimurnikan diperoleh dari langkah di atas (prescoked) dalam 35 ml dan 0,03 M asam periodat (Natrium metaperiodat dan asam sulfat). pH larutan diatur jadi 3, dilanjutkan dengan pemanasan dalam waterbath pada suhu 90oC dan pengocokan yang konstan pada 200 rev/m, selama 15 jam. Ampas tebu kemudian disaring dan dicuci tiga kali denga air distilasi sebelum pengeringan dan dilewatkan melalui ayakan/ saringan untuk memperoleh ukuran partikel dalam rentang antara 180-355μm. Perolehan jumlah kelompok aldehid ditentukan dengan metoda yang telah diuraikan di mana saja.
SEM (Scanning Electron Microscope)
Scanning Electron Microscope (SEM model JEOL JSM – S410LV microscope, Tokyo, Japan) digunakan untuk mempelaari morfologi dari ampas tebu sebelum dan sesudah oksidasi.
Immobilisasi glukoamilase
A. 1,0 garam sampel ampas tebu kering dicelupkan dalam 30 ml larutan glukoamilase dan diinkubasi dalam waterbath dengan pengocokan konstan pada 50oC selama 30 menit. Kemudian ampas tebu disaring untuk mengeluarkan enzim yang berlebih dan ini dilanjutkan dengan pencucian selama 5 kali 1000 ml air distilasi.
Menguji kadar logam (assay) aktivitasenzim bebas dan immobilisasi
Aktivitas dari enzim ditentukan dengan penambahan 0,50 ml glukoamilase ke dalam 1,5 ml 2% (w/v) larutan tepung tapioka yang dimasak dan 1,0 ml asam asetat buffer natrium asetat (pH 4,5). Campuran diinkubasi dalam waterbath dengan pengocokan konstan pada 200 rev/menit, 40oC selama 15 menit dan gula yang dibebaskan diukur dengan metoda DNS (dinitrosalicyclic acid) (Bernfeld 1995). Aktifitas satu unit glukoamilase dilanjutkan dengan pengurangan gula yang dilepaskan oleh 1 ml enzim (μmol/ml) yang diukur dengan metoda DNS.
Aktivitas enzim immobilisasi ditentukan dengan penambahan 0,25 gram dari enzim immobilisasi ke dalam 20 ml larutan tepung tapioka masak 2% dan 13 ml buffer asetat (pH 4,5). Campuran dipanaskan dalam waterbath dengan pengocokan konstan pada 200 rev/menit, 40oC selama 15 menit. Pengambilan ampas tebu dari larutan menghentikan reaksi. Enzim immobilisasi dicuci dengan air distilasi setelah diukur kembali aktivitasnya dalam penggunaan berturut-turut.
Aktivitas dari enzim bebas dan enzim immobilisasi juga ditentukan pada pH 2,5 – 3,5 dengan menggunakan glycylglycine - buffer HCl pada pH 4,5 – 5 dengan menggunakan asam asetat – buffer natrium asetat, pada pH 6,0 dengan menggunakan asam suksinat – buffer natrium suksinat pada pH 7 dengan asam posfor – buffer natrium posfat secara berurutan.
Penentuan anktifitas residu relatif
Aktifitas residu relatif diartikan sebagai hasil dari enzim immobilisasi dalam ampas tebu dan ditunjukkan dalam penentuan dengan perhitungan sebagai berikut:
Aktifitas residu relatif = 100 A / (B – C)
Dimana A adalah aktivitas enzim immobilisasi; B merupakan aktivitas dari penambahan enzim bebas dan C adalah aktivias dari enzim yang telah diimobilisasi.
Hasil
Ampas tebu yang telah dimurnikan dianalisa untuk kelembaban, protein, lemak, abu, serat. Ditemukan terdapat protein, lemak, abu, serat dan kelembaban adalah 0,42 (N x 5,7); 0; 0,56; 79,58 dan 8,38% secara berurutan. Selulosa dalam ampas tebu dimurnikan dengan mengalirkan pengotor dari ampas tebu dengan mencairkan NaOH dan asam sulfat. Ampas tebu murni dianalisa untuk selulosa dan ditemukan sebanyak 71,22% berat kering. Immobiliasi enzim melalui ikatan kovalen terhadap ampas tebu didasarkan pada kenyataan bahwa selulosa merupakan komponen utama dalam ampas tebu dan dapat direaksikan dengan asam periodat (Na metaperiodat dan asam sulfat) untuk membentuk selulosa dialdehid. Jumlah kelompok aldehid dinyatakan pada variasi waktu oksidasi, ditunjukkan pada gambar 1. SEM dari ampas tebu sebelum dan sesudah oksidasi ditunjukkan pada gambar 2A dan B.
Data untuk enzim immobilisasi ditunjukkan dalam tabel 1. Aktifitas residu relatif dihitung dari persamaan (1) dan tabel 1, menghasilkan 36%. Kondisi optimum untuk aktifitas tinggi dari enzim bebas dan glukoamilase immobilisasi dalam ampas tebu dioksidasi merupakan beberapa perbedaan (gambar 3). Pada suhu 40oC, pH optimum untuk enzim bebas mendekati pH 3,5 – 5,0, sementara untuk enzim imobilisasi rentangnya 3,0 – 5,0. Bagaimanapun, enzim immobilisasi menyediakan aktifitas tertinggi dari enzim bebas di atas rentang pH 2,5 – 3,0 dan 6,0 – 7,0.
Data untuk aktifitas relatif enzim Vs. Suhu pada pH 4 ditunjukkan pada gambar 4. Ditunjukkan bahwa suhu optimum untuk keduanya, enzim bebas dan nzim immobilisasi adalah 60 – 65oC. Aktifitas relatif dari enzim immobilisasi lebih tinggi pada rentang suhu 30 – 55oC dan 70 – 80oC.
Kestabilan immobilisasi dari enzim dapat diteliti dari jumlah putaran kemungkinan penggunaan kembali. Tes ini menghasilkan 30 putaran pada pH 4,0 dan suhu 65oC dengan 2% larutan tepung tapioka sebagai substrat ( gambar5).
Aktifitas relatif dari enzim immobilisiasi menurun secara berkelanjutan sampai 65% dengan 15 kali putaran pengunaan kembali, namun setelah itu, aktifitas relatif hampir tetap sampai 30 putaran.
Diskusi
Jumlah kemlompok aldehid yang dibntuk dalam oksidasi ampas tebu meningkat dengan pertambahan waktu reaksi. Oksidasi yang lebih lama dikarenakan penghancuran total serat selulosa untuk menghasilkan bubuk selulosa yang sangat baik, yang mana tidak sesuai untuk penemuan kembali enzim immobilisasi setelah reaksi enzimatik dilakukan. SEM dari ampas tebu sebelum dan sesudah oksidasi menunjukkan penghancuran material serat dan bentuk pori-pori dari serat setelah oksidasi. Dalam proses immobilisasi, aktifitas residu relatif seharusnya lebih tinggi dari biasanya. Aktivitas residu relatif yang sangat rendah menandakan proses immobilisasi yang tidak bernilai. Aktivitas residu realtif sebesar 36% dpat diterima. Untuk optimasi pH, ditunjukkan bahwa enzim immobilisasi menyediakan aktivitas relatif yang lebih tinggi daripada enzim bebas, khususnya pada rentang pH 2,5 – 3,0 dan 6,0 – 7,0. Untuk optimisasi enzim immobilisasi, aktifitas relatif lebih tinggi pada rentang suhu 30-55 dan 70 – 80oC daripada enzim bebas. Hasil ini menunjukkan aktifitas relatif lebih tinggi dibanding enzim bebas di bawah kondisi yang sama. Berdasarkan hasil dari 30 putaran pengunaan kembali, ini memungkinkan bahwa dua proses immobilisasi. Proses yang satu dapat berupa adsorpsi fisika dan ikatan kovalen yang lain. Adsorpsi fisika dari enzim terhadap ampas tebu akan ditahan sementara dan ini lebih lambat dan terpisah berkelanjutan selama tiap-tiap putaran pemakaian kembali. Ini dapat dihitung untuk aktifitas enzim yang berkurang sampai 15 putaran pemakaian kembali. Sejak aktivitas stabil setelahnya, mungkin saja seharusnya aktivitas tersisa terhadap ikatan kovalen dan ini dihitung sekitar 65% dari total immobilisasi glukoamilase.
Penelitian ini telah dikembangkan sebuah teknik untuk menyiapkan enzim immobilisasi yang lebih tahan lama menggunakan ampas tebu sebagai immobiliassi pendukung yag murah. Asam iodat atau ion iodat dihasilkan dari reaksi asam periodat (natrium metaperiodat dan asam sulfat) dan ampas tebu dapat dioksidasi kembali terhadap asam periodat dengan mereaksikannya dengan kalsium hipoklirit atau agen pengoksidasi yang lebih kuat dibanding asam periodat (Pfeifer et al. 1960; Mehltretter 1963, 1966, 1967). Asam iodat dapat juga dioksidasi kembali secara elektrokimia menjadi asam periodat (McGuire & Mehltretter 1971).
Kesimpulan
Selulosa dalam ampas tebu dapat diokasidasi dengan asam periodat membentuk selulosa dialdehid (ampas tebu), yang mana dapat reaksikan dengan kelompok amino dari glukoamilase untuk membentuk ikatan kovalen enzim immobilisasi. Enzim immobilisasi ini bisa digunakan dalam produksi sirup glukosa, bubuk glukosa, dan fruktosa.